Wednesday, April 25, 2012

Sima (Tanah Perdikan) dan Prasasti Yang Memuatnya


Sima atau tanah perdikan merupakan sebidang tanah yang diberi hak istimewa dengan tidak di punguti pajak. Biasanya, sima diberikan kepada orang-orang yang berjasa kepada sang raja yang memerintah. Sima juga biasa diberikan kepada para pendeta-pendeta Hindu pada saat itu. Daerah sima yang diberikan kepada pendeta-pendeta Hindu biasanya dibangun Candi atau Lingga. Masyarakat disekitar Candi diberikan keistimewaan untuk tidak membayar pajak dengan syarat, mereka harus menjaga dan merawat Candi tersebut. Ada beberapa prasasti yang memuat tentang sima, seperti Prasasti Mantyasih dan Prasasti Plumpungan.
a.      Prasasti Mantyasih
Prasasti Mantyasih atau prasasti Balitung adalah prasasti berangka tahun 907 M yang berasal dari Wangsa Sanjaya, kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini ditemukan di kampung Mantyasih, Magelang Utara, Jawa Tengah dan memuat daftar silsilah raja-raja Mataram sebelum Raja Balitung. Prasasti ini dibuat sebagai upaya melegitimasi Balitung sebagai pewaris tahta yang sah, sehingga menyebutkan raja-raja sebelumnya yang berdaulat penuh atas wilayah kerajaan Mataram Kuno.
Dalam prasasti juga disebutkan bahwa desa Mantyasih yang ditetapkan Balitung sebagai desa perdikan (daerah bebas pajak). Di kampung Meteseh saat ini masih terdapat sebuah lumpang batu, yang diyakini sebagai tempat upacara penetapan sima atau desa perdikan. Selain itu disebutkan pula tentang keberadaan Gunung Susundara dan Wukir Sumbing (sekarang Gunung Sindoro danSumbing).
Kata "Mantyasih" sendiri dapat diartikan "beriman dalam cinta kasih".
Prasasti ini bertarikh 828 Saka, bagian yang memuat silsilah raja adalah pada bagian B baris 7-9:
·         ta < 7 > sak rahyang ta rumuhun. sirangbăsa ing wanua. sang mangdyan kahyaňan. sang magawai kadatwan. sang magalagah pomahan. sang tomanggöng susuk. sang tumkeng wanua gana kandi landap nyan paka çapatha kamu. Rahyang
·         < 8 > ta rumuhun. ri mdang. ri poh pitu. rakai mataram. sang ratu sańjaya. çri mahǎrǎja rakai panangkaran. çri mahǎrǎja rakai panunggalan. çri mahǎrǎja rakai warak. çri mahǎrǎja rakai garung. çri mahǎrǎja rakai pikatan
·         < 9 > çri mahǎrǎja rakai kayuwańi. çri mahǎrǎja rakai watuhumalang. lwiha sangkā rikā landap nyān paka çapatha çri mahǎrǎja rakai watukura dyah dharmmodaya mahāçambhu.

Bosch dalam karyanya Sriwijaya, de Sailendrawamsa en de Sanjayawamsa (1952) berpendapat bahwa di Kerajaan Medang dua dinasti yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra sama-sama berkuasa. Wangsa Sanjaya didirikan oleh Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang yang beragama Hindu Siwa. Maharaja selanjutnya ialah Rakai Panangkaran, yang menurutnya dikalahkan oleh Wangsa Sailendra. Maka di Medang terdapat Wangsa Sanjaya berkuasa di utara Jawa dan Wangsa Sailendra berkuasa di selatan Jawa.
Namun Putri Maharaja Samaratungga dari Wangsa Sailendra yang bernama Pramodawardhani menikah dengan Rakai Pikatan dari Wangsa Sanjaya, yang kemudian mewarisi takhta mertuanya dan Wangsa Sanjaya pun berkuasa kembali di Medang. Bosch berasumsi bahwa gelar rakai adalah nama silsilah wangsa. Daftar silsilah raja-raja Wangsa Sanjaya berdasarkan prasasti Mantyasih menurut Bosch, adalah:
·         Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya,
·         Sri Maharaja Rakai Panangkaran,
·         Sri Maharaja Rakai Panunggalan,
·         Sri Maharaja Rakai Warak,
·         Sri Maharaja Rakai Garung,
·         Sri Maharaja Rakai Pikatan,
·         Sri Maharaja Rakai Kayuwangi,
·         Sri Maharaja Rakai Watuhumalang, dan

Pendapat berbeda diberikan oleh Slametmuljana. Ia berpendapat daftar tersebut bukanlah silsilah Wangsa Sanjaya, melainkan daftar raja-raja yang pernah berkuasa di Kerajaan Medang. Gelar Rakaimenurutnya berarti penguasa atau pejabat di daerah atau raja bawahan yang masih mempunyai hubungan keluarga dengan maharaja yang masih bertahta. Ia pun memperbandingkan isi prasasti Mantyasih dengan prasasti Kelurakprasasti Kayumwunganprasasti Siwagraha, dan prasasti Nalanda; dan berpendapat bahwa Rakai Panangkaran, Rakai Panunggalan, Rakai Warak, dan Rakai Garung adalah dari Wangsa Sailendra, karena Maharaja Rakai Panangkaran Dyah Pancapana sendiri bergelar Sailendrawamsatilaka (artinya "permata Wangsa Sailendra").
b.      Prasasti Plumpungan
Prasasti Plumpungan terletak di Desa Kauman Kidul, Kecamatan Sidorejo,Salatiga. Menurut sejarahnya, di dalam Prasasti Plumpungan berisi ketetapan hukum, yaitu suatu ketetapan status tanah perdikan atau swantantra bagi Desa Hampra. Pada zamannya, penetapan ketentuan Prasasti Plumpungan ini merupakan peristiwa yang sangat penting, khususnya bagi masyarakat di daerah Hampra. Penetapan prasasti merupakan titik tolak berdirinya daerah Hampra secara resmi sebagai daerah perdikan atau swantantra. Desa Hampra tempat prasasti itu berada, kini masuk wilayah administrasi Kota Salatiga. Dengan demikian daerah Hampra yang diberi status sebagai daerah perdikan yang bebas pajak pada zaman pembuatan prasasti itu adalah daerah Salatiga sekarang ini.
Konon, para pakar telah memastikan bahwa penulisan Prasasti Plumpungan dilakukan oleh seorang citralekha (penulis) disertai para pendeta (resi). Raja Bhanu yang disebut-sebut dalam prasasti tersebut adalah seorang raja besar pada zamannya yang banyak memperhatikan nasib rakyatnya.
Isi Prasasti tersebut ditulis denganmenmggunakan bahasa Jawa kuno dan Bahasa Sansekerta. Tulisan itu adalah
1.      Srir Astu Swasti Prajabhyah
2.      Jnaddyaham //O//
3.      //dharmmartham ksetradanam yad = udayajananam yo dadatisabhaktya
4.      hampragramam triaramyamahitam = anumatam siddhadewyasca tasyah
5.      kosamragrawalekhaksarawidhiwidhitam prantasimawidhanam
6.      tasyaitad = bhanunamno bhuwi bhatu yaso jiwitamcatwa nityam

yang berarti :
a.       Semoga bahagia ! Selamatlah rakyat sekalian ! Tahun Saka telah berjalan 672/4/31 (24 Juli 760m) pada hari Jumat
b.      tengah hari
c.       Dari beliau, demi agama untuk kebaktian kepada yang Maha Tinggi, telah menganugerahkan sebidang tanah atau taman, agar memberikan kebahagiaan kepada mereka
d.      yaitu desa Hampra yang terletak di wilayah Trigramyama (Salatiga) dengan persetujuan dari Siddhdewi (Sang Dewi yang Sempurna atau Mendiang) berupa daerah bebas pajak atau perdikan
e.       ditetapkan dengan tulisan aksara atau prasasti yang ditulis menggunakan ujung mempelam
f.       dari beliau yang bernama Bhanu. (dan mereka) dengan bangunan suci atau candi ini. Selalu menemukan hidup abadi
g.      Melalui Prasasti tersebut, dapat kita simpulkan bahwa Kota Salatiga telah berdiri sejak tahun 760M. Dan melalui Prasasti tersebut, dapat diketahui bahwa Kota Salatiga pada saat itu adalah kota yang bebas pajak.

1 comment:

  1. Joker: Sima (Tanah Perdikan) Dan Prasasti Yang Memuatnya >>>>> Download Now

    >>>>> Download Full

    Joker: Sima (Tanah Perdikan) Dan Prasasti Yang Memuatnya >>>>> Download LINK

    >>>>> Download Now

    Joker: Sima (Tanah Perdikan) Dan Prasasti Yang Memuatnya >>>>> Download Full

    >>>>> Download LINK

    ReplyDelete