Wednesday, October 24, 2012

Jejak-jejak Asia Selatan di Nusantara

Artikel: “Pengaruh India di Bidang Bahasa”

Kita mungkin kerap menemui nama dan kata seperti Pustaka, Karya, Guru, Sastra, Indra, Wisnu, Wijaya, ataupun semboyan-semboyan seperti Kartika Eka Paksi ataupun Jalesveva Jayamahe. Nama-nama dalam bahasa Sanskerta tersebut merupakan suatu bukti bahwa hingga kini pun pengaruh India masih terasa kental di bumi Indonesia. Salah satu penyebabnya, budaya India merupakan budaya “asing” pertama yang sifatnya “maju” dan telah lama berasimilasi dengan budaya lokal Indonesia. Asimilasi ini kemudian diakui selaku bagian dari budaya Indonesia itu sendiri.
Jika ditelusuri ke belakang, maka bahasa yang berkembang di Indonesia dapat dibagi dua kelompok. Pertama rumpun bahasa Papua dan kedua rumpun bahasa Austronesia. Rumpun bahasa Austronesia terdiri atas 200 jenis, sementara rumpun bahasa Papua terdiri atas 150 bahasa. Rumpun bahasa Papua berkembang di wilayah timur nusantara, termasuk Timor Timur, kepulauan Maluku dan Papua Barat. Rumpun bahasa Austronesia juga merasuk ke wilayah-wilayah ini.
Jika bukti tertulis yang hendak dikedepankan dalam masalah bahasa ini, maka prasasti Muara Kaman, yang berlokasi di Kalimantan Timur, 150 km ke arah hulu Sungai Mahakam, dapat diambil selaku titik tolak tertua. Prasasti tersebut dicanangkan tahun 400 Masehi. Hal yang menarik adalah, prasasti tersebut menyuratkan adanya proses asimilasi dua budaya. Pertama Indonesia asli, kedua pengaruh India. Proses ini terlihat dari isi prasasti yang berlingkup pada perubahan nama.
Prasasti di Muara Kaman tersebut menceritakan Raja Kudungga punya putra namanya Acwawarman. Acwawarman punya tiga putra dan yang paling sakti di antara ketiganya adalah Mulawarman. Acwawarman dan Mulamarman adalah bahasa Sanskrit, sementara Kudungga adalah bukan dan kemungkinan besar adalah nama yang berkembang sebelum datangnya pengaruh India dan agama Hindu.
Sanskerta adalah bahasa yang dibawa oleh orang-orang India ini, sementara Pallawa adalah huruf yang digunakan selaku tulisannya. Sanskerta secara genealogis termasuk rumpun bahasa Indo Eropa. Termasuk ke dalam rumpun bahasa Indo Eropa adalah bahasa Jerman, Armenia, Baltik, Slavia, Roman, Celtic, Gaul, dan Indo Iranian. Di Asia, rumpun bahasa Indo Iranian adalah yang terbesar, dan termasuk ke dalamnya adalah bahasa Iranian dan Indo Arya. Sanskerta ada di kelompok Indo Arya.
Mengenai fungsinya, Sanskerta adalah bahasa yang dipergunakan dalam disiplin agama Hindu dan Buddha. Dari sana, Sanskerta kemudian meluas penggunaannya selaku bahasa pergaulan dan dagang di nusantara. James T. Collins mencatat signifikansi penggunaan bahasa Sanskerta di nusantara. Menurutnya, ikatan antara bahasa Melayu (cikal-bakal bahasa Indonesia) sudah ratusan tahun. Ini ditandai bahwa sejak abad ke-7 para penganut agama Buddha di Tiongkok sanggup berlayar hanya untuk mengunjungi pusat ilmu Buddha di Sriwijaya (Sumatera Selatan).
Kunjungan ini akibat masyhurnya nusantara sebagai basis pelajaran agama Buddha dan bahasa Sanskerta. I-Ching, seorang biksu Buddha dari Tiongkok bahkan menulis 2 buku berbahasa Sanskerta di Palembang. Ia menasihati pembacanya agar singgah di Fo-shih (Palembang) untuk mempelajari bahasa dan tata bahasa Sanskerta sebelum melanjutkan perjalanan mereka ke kota-kota suci Buddha di India. I-Ching mengutarakan di Palembang sendiri terdapat 1000 orang sarjana Buddha.
Posisi Sriwijaya sebagai basis pendidikan bahasa Sanskerta membuat pengaruh bahasa tersebut jadi signifikan “menular” lewat perdagangan. Seperti diketahui, Sriwijaya adalah kerajaan yang basis ekonominya perdagangan oleh sebab berlokasi di pesisir Laut Jawa.
Bahasa Sanskerta yang dibawa dari India, setelah masuk ke Indonesia tidaklah dalam bentuk murninya lagi. Di Jawa misalnya, bahasa hasil asimilasi Sanskerta dengan budaya lokal lalu dikenal dengan Kawi. Bahasa Kawi atau juga dikenal sebagai Jawa Kuno kemudian menyebar ke pulau lain. Di Sumatera Barat bahasa ini berkembang lewat kekuasaan raja-raja vassal Jawa semisal Adityawarman.
Saat itu, nusantara dikenal dengan penggunaan 3 bahasa yang punya fungsi sendiri-sendiri. Pertama bahasa Jawa Kuna sebagai bahasa pergaulan sehari-hari, Melayu Kuna sebagai bahasa perdagangan, dan Sanskerta sebagai bahasa keagamaan. Di era India jadi mainstream di nusantara, Sanskerta merupakan kelompok bahasa “tinggi” yang dipakai dalam kepentingan keagamaan maupun bahasa formal suatu kerajaan.
Pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu pun terjadi. Bahasa Melayu ini merupakan lingua-franca yang dipergunakan dalam hubungan dagang antarpulau nusantara. Bahasa Melayu juga kelak menjadi dasar dari berkembangkan bahasa Indonesia selaku bahasa persatuan. Sebab itu, dapat pula dikatakan bahasa Sanskerta ini sedikit banyak punya pengaruh pula terhadap bahasa Indonesia.
Penelusuran pengaruh bahasa Sanskerta terhadap bahasa Melayu dicontohkan oleh prasasti Kedukan Bukit, Palembang. Prasasti tersebut ditemukan tanggal 29 Nopember 1920 dan diperkirakan sama tahun 683 masehi. Jejak lain penggunaan bahasa Sanskerta juga ditemukan di Talang Tuwo, Palembang (684 M, huruf Pallawa), prasasti Kota Kapur, Bangka (686 M, huruf Pallawa), prasasti Karang Brahi, Meringin, Hulu Jambi (686 M, huruf Pallawa), prasasti Gandasuli, Jawa Tengah (832 M, aksara Nagari), dan prasasti Keping Tembaga Laguna, dekat Manila, Filipina.
Sebagian bahasa Sanskerta kemudian diserap ke dalam bahasa Melayu. Ada kemungkinan 800 kosa kata bahasa Melayu merupakan hasil penyerapan dari bahasa Sanskerta.
Selain kata-kata yang sudah diserap di table atas, ada pula kosa kata yang sudah digunakan dalam prasasti-prasasti berbahasa Sanskerta sejak tahun 1303 M di wilayah Trengganu (sekarang Malaysia). Kosa kata tersebut adalah : derma, acara, bumi, keluarga, suami, raja, bicara, atau, denda, agama, merdeka, bendara, menteri, isteri, ataupun seri paduka.
Selain bahasa, huruf Pallawa yang digunakan untuk menulis kosa kata Sanskerta pun turut menyumbangkan pengaruh para huruf-huruf yang berkembang di Indonesia seperti Bugis, Sunda, ataupun Jawi.

INDONESIA ZAMAN KLASIK


ARTIKEL: “PERKEMBANGAN AGAMA HINDU DI NUSANTARA”

Agama hindu yang muncul lebih awal di India bagian utara kemudian berkembang kewilayah yang lebih utara diantaranya Nepal. Sebanyak 90% penduduk Negara ini menganut agama Hindu dan hingga sekarang Nepal merupakan satu-satunya Negara di dunia yang masih berbentuk Kerajaan Hindu.
Agama hindu berkembang juga ke india bagian tengah dan bagian selatan misalnya ke Amarawati dan Tamralipti. dari kedua daerah ini agama Hindu kemudian menyebar ke Srilanka, Tiongkok Selatan dan kerajaan-kerajaan di kawasan Asia Tenggara. Kerajaan-kerajaan tersebut diantaranya Funan di delta Mekhong, Lin-yi di sekitar Vietnam Selatan, Fyu di Myanmar, Mon Dwarawatu di semenanjung Malaya, Chen-la  dan Khmer di Kamboja, Kutai dan Tarumanegara di Nusantara.
Di kamboja terdapat peninggalan bangunan keagamaan Hindu terbesar di Asia Tenggara bahkan di dunia. Bangunan tersebut ialah Angkor Wat yang dibangun oleh Kerajaan Khmer  semasa pemerintahan Suryawarmsn II (1113-1150). Angkor Wat merupakan bangunan kuil yang dihiasi relief manusia, tumbuhan, burung dan hewan dan pada dinding-dinding gang terdapat relief mitologi agama Hindu dan kebesaran Kerajaan Khmer. Bangunan ini sempat terlantar sebelum di temukan pada tahun 1861.
Dengan masuknya agama Budha mengakibatkan penganut agama Hindu mulai berkurang karena sikap tamak dari kaum Brahmana dan juga orang-orang miskin tidak menyenangi kedudukannya dalam kasta banyak diantaranya berpindah agama
Pada beberapa abad kemudian keadaan mulai berubah sejak berdirinya Dinasti Sunga (184-72SM) di India. Dynasty ini menetapkan agama  Hindu sebagai agama resmi Negara. Raja pertama Dinasti  Sunga yaitu Pushyamitra Sunga  tidak menyukai agama Buddha dan memihak kepada agama Hindu dan mengangkat kaum Brahmana sebagai penasehat kerajaan. Hal itu dimanfaatkan kaum brahmana untuk menekan penganut agama Buddha hingga perlahan-lahan pengaruh agama Buddha makin surut.
Perkembangan agama Hindu di India semakin bersinar pada abad ke 4 masehi yaitu sejak munculnya Dinasti Gupta (320-656). Raja-raja Gubta memeluk agama Hindu dan   berusaha memperkuat agama itu. Dengan demikian kebiasaan peerngorbanan kuda liar (asvamedha) yang biasa dilakukan Dinasti Sunga dihidupkan kembali. Bangunan agama hindu banyak didirikan begitu juga ilmu pengetahuan, sastra dan kesenian Hindu dihidupkan kembali. Raja-raja Gupta menaruh perhatian terhadap sastra-sastra Hindu. Kitab-kitab kuno Hindu diselidiki dan dipelajari dengan penuh minat sehingga melahirkan banyak pujangga. Pujangga yang terkenal adalah Kalidasa. Zaman raja-raja Gupta terutama ketika ketika diperintah oleh Samudera Gupta (330-375M) dianggap sebagai zaman keemasan kesusteraan Hindu.
Bangsa Indonesia memiliki tradisi kebudayaan sendiri sebagai hasil belajar selama berates-ratus tahun. Walaupun kebudayaan yang masuk namun bangsa kita tradisinya tidak bisa dihilangkan melainkan berpadu dengan budaya luar, misalnya dalam seni bangunan candi bangsa Indonesia mempelajari seni bangun india yang terdapat dalam kitab Silpasastra. Dalam pelaksanaan candi modifikasi dan penyesuaiannya dengan tradisi seni bangunan masyarakat setempat (localgenius) adalah kemampuan suatu daerah masyarakat untuk menyaring dan mengolah budaya asing yang masuk dan berkembang sesuai dengan cita  rasa setempat
Menurut Von Hiene Geldern, nenek moyang Indonesia berasal dari daerah Yunnan, di Cina Selatan. Mereka percaya pada hal-hal gaib. Sebelum agama masuk ke nusantara nenek moyang kita percaya pada hal-hal gaib, mereka memuja roh dan mengkramatkan tempat-tempat tertentu. Ada 2 macam kepercayaan yang dianut pada masa itu, yaitu:
1.      Animisme adalah kepercayan kepada roh nenek moyang,
2.      Dinamisme adalah kepercayaan kepada benda-benda yang memiliki kekuatan gaib, kesaktian atau tuah
Pada abad ke-2 sampai ke-5 Masehi diperkirakan pengeruh agama Hindu walaupun sebelumnya telah ada agama Buddha. Masuknya agama Hindu banyak disoroti oleh para ahli dan memunculkan beberapa pendapat.
Ada beberapa hipotesis yang dikemukan para ahli tentang golongan pembawa pengaruh Hindu ke Indonesi:
1.      Hipotesis Brahmana .
Hipotesis ini mengungkapkan bahwa kaum brahmana amat berperan dalam upaya penyebaran budaya Hindu di Indonesia. Para brahmana mendapatkan undangan dari penguasa Nusantara untuk mnobatkan raja, memimpin upacara-upacara keagamaam dan mengajarkan ilmu pengetahuan. Pendukung hipotesis ini adalah  C.C.Berg
2.      Hipotesis Ksatria
Karena masa lampau India yang sering terjadi peperangan antar kerajaan maka para prajurid yang kalah atau jenuk akan perang melakukan migrasi ke daerah-daerah lain. Diantara mereka ada yang sampai ke nusantara lalu membentuk kolon-koloni melalui penaklukan. Melalui cara seperti itu mereka menyebarkan agama dan kebudayaan d Nusantara. Pendukung hipotesis ini adalah N.J Krom
3.      Hipotesis Waisya
Kaum waisya yang merupakan para pedagang berperan penting dalam penyebaran agam Hindu mereka yang menjadikan munculnya budaya Hindu sehingga di terima masyarakat Nusantara. Saat itu pedagang banyak berhubungan dengan penguasa beserta rakyat, jalinan ini membuka peluang terjadinya proses penyebaran agama Hindu. Pendukung hipotesis ini adalah N.J Krom
Dari ketiga hipotesis tersebut pada umumnya para ahli cenderung kepada hopotesis waisya. Lain halnya dengan F.D.K.Bosch yang menduga bangsa Indonesia sendirilah yang aktif dalam memadukan unsure-unsur kebudayaan India
Penyebaran agama melalui dua jalur.
1.      Melalui jalur laut
Mereka datang ke nusantara melalui jalur laut mengikuti rombongan-rombongan kapal-kapal para pedagang yang biasanya lalu-lalang dalam pelayaran dari Asia Selatan ke Asia Tenggara. Rute perjalanannya yaitu dari India menuju Myanmar, Thailan, Semenanjung Malaya, Nusantara, Kamboja, Vietnam, Cina, Korea dan Jepang
2.      Melalui jalur darat
Penyebaran agama melalui jalur ini dilakukan denngan menumpang kepada para khalifah melalui jalur jalan sutra yaitu dai India ke Tibet trus ke utara hingga sampai ke Cina, Korea dan Jepang. Ada juga yang melakukan perjalanan dari India Utara ke Banglades, Myanmar, Thailand, Semenanjung Malaya kemudian berlayar hingga ke Nusantara. Kemunculan pertama pengaruh hinduisme di nusantara berlangsung pada awal abad ke 5 masehi. Tonggak waktu tersebut di ambil dari penafsiran 7 buah yupa peninggalan Kerajaan Kutai di Kalimantan Timur dan 7 buah prasasti dari Kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat. Kedua prasasti tersebut menggunakan huruf pallawa maka diperkirakan kebudayaan Hindu yang menyebar ke beberapa daerah di Indonesia pada tahap permulaan berasal dari hindia selatan. Agama ini kemudian berkembang di kerajaan-kerajaan seperti kerajaan-karajaan Ho-ling, Mataram Hindu, Kanjuruhan, Kediri, Singasari, Majapahit, Sunda dan Bali.

Seandainya Aku "Manusia"....


Siapa aku sebenarnya mungkin adalah bahasa yang tepat untuk menggambarkan seseorang yang tidak tahu siapa dirinya. Manusia pada dasarnya tidak pernah puas dan tidak mau mengakui apa adanya. Pertanyaannya, apakah hal seperti itu adalah salah? Banyak orang mengatakan bahwa jelek itu adalah bencana. Kata siapa? Semua yang berasal dari Sang Pencipta adalah anugerah, justru yang salah adalah berusaha menjadi orang lain.
Kata-kata yang tersirat dalam sebuah pertanyaan kadang-kadang membuat kita melupakan hal yang paling penting, yaitu kenapa orang menanyakan hal tersebut? Menguji atau benar-benar tidak tahu? Menjawab sebaik mungkin adalah hal yang wajar, tapi kesalahan utama yang biasa kita perbuat adalah membuat jawaban bualan, seakan-akan yang kita katakan adalah fakta.
Manusia adalah mahkluk yang sempurna. Siapa yang berani membantah hal tersebut? Lalu, kenapa sampai ada ‘dosa’? Muncul pertanyaan filsafat mengenai benar dan salah. Tuhan tidak pernah gagal, dia tahu apa yang Ia kerjakan. Manusia tidak akan mengakui dirinya sempurna sebelum dia memperoleh kesempurnaan yang sesungguhnya.
Manusia, manusia, manusia. Kenapa dengan manusia? Kenapa hanya manusia yang diperhatikan? Bagaimana dengan semut yang kamu injak setiap hari? Bagaimana dengan nyamuk yang kamu tepuk setiap malam? Andaikan mereka bisa berbicara, mungkin mereka akan protes besar-besaran.
Bumi pun menangis melihat rambutnya dipangkas habis, seakan-akan seperti seorang terdakwa yang akan diadili di pengadilan terakhir. Sanggupkah kamu bertahan dalam kesulitan yang kamu buat. Satu kata: TOLONG! Bualan tak sengaja diperdengarkan atau memang berniat memperdengarkan, tidak jadi masalah bila kekayaan dunia menguasai kamu. Bumi dan Dunia adalah dua hal yang berbeda. Bumi adalah fisik, sedangkan Dunia adalah sifat. Manusia lebih mementingakan dan memikirkan Dunia dibandingkan dengan Bumi. Manusia tahu apa soal apa? Pengetahuan terbatas sok jadi pahlawan. Panas mengeluh, dingin mengeluh, maunya apa?
Kilauan yang sebenarnya bukanlah emas, tapi hati yang murni. Tidak ada yang lebih dari itu. Mengapa bingung dengan tulisanku ini? Ini hanya kata hati yang belum tersampaikan. Ah! Bertindak bodoh agar dapat diakui cuma ada di dalam film. Live isn’t movie! Kenyataan selalu mempermainkan kita, sungguh tragis. Dunia hanya omong kosong, kenyataan hanyalah ilusi optik. Delapan hari dalam seminggu mungkin aneh, tapi bagiku mungkin saja.
Kalian mungkin tidak mengerti apa yang aku coba sampaikan karena kalian membacanya dengan mata, bukan dengan perasaan. Aneh adalah kata yang tepat untuk tulisan omong kosongku ini, tapi inilah ketidaksempurnaanku.
Aku bertanya kepada kamu, seandainya kamu manusia, apa yang kamu lakukan atas ketidaksempurnaanmu itu? Memang terdengar aneh jika kamu yang adalah manusia ditanyakan dengan pertanyaan seperti itu. Sebuah lagu terdengar enak jika di dengarkan hingga selesai.
Kehidupan ini seperti cerita sedih, adakah akhir yang baik untuk kehidupanku ini? Orang-orang melupakan kematian seakan-akan tahu kapan ia akan meninggalkan dunia ini. Sok keren, merasa paling hebat, tanpa melihat orang yang sedang merengek dibawah kakinya.
Konsep hidup dan mati adalah siklus duniawi sedangkan baik dan jahat adalah siklus samawi. Siapa yang benar-benar tahu bahwa dirinya memiliki sedikit dosa daripada orang lain. Orang yang paling baik adalah orang yang selalu membicarakan kesalahan orang lain karena kita tidak pernah mendengar kesalahan dirinya dari mulutnya sendiri. BOHONG BESAR!
Jelek, membual, kejam, rapuh, aneh… adalah sebagian dari sifat alami manusia. Mutlak dari Sang Pencipta, tidak bisa diganggu gugat. Siapa yang berani menentang keputusan-Nya? Genggam tangan-Nya erat agar kamu selamat dari kebodohan.

SEANDAINYA AKU MANUSIA:
(Aku akan berusaha menjadi diriku sendiri dan menempa diriku agar aku yang sekarang menjadi semakin “aku”)

Peniel Chandra