Wednesday, November 28, 2012

DIKLAT JURNALISTIK UKPM-UH XX

Jumat. 23 November 2012│14.16 WITA
Peniel Chandra



Pendidikan dan Pelatihan Jurnalistik Unit Kegiatan Pers Mahasiswa Universitas Hasanuddin (DIKLAT Jurnalistik UKPM-UH) yang ke-20 dilaksanakan tahun ini, cukup mendapat perhatian dari mahasiswa Unhas.
Di tahun 2012 ini, peserta Diklat cukup banyak. Dari beberapa fakultas di Unhas, untuk diklat kali ini, hanya sebagian saja yang mengikuti diklat.
Kegiatan kali ini, dilaksanakan mulai dari tanggal 12 Oktober 2012 dan akan berakhir pada bulan Desember. Materi-materi Diklat UKPM-UH XX dilaksanakan setiap dua kali seminggu, yakni pada Hari Selasa dan Jumat bertempat di ruang Forum Bersama, Gedung PKM I lantai 2, Unhas.
Pengambilan jadwal disesuaikan dengan jadwal kuliah para peserta agar tidak terganggu dengan kegiatan diklat.
Salah satu peserta diklat bernama Andre Pranata. Mahasiswa Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Sastra, Unhas ini mengaku, dia sangat tertarik dengan UKPM dan tahun ini baru sempat mengikuti diklat UKPM.
“Saya mengikuti diklat karena ingin mendalami dunia jurnalistik”, ucap mahasiswa angakatan 2010 ini. Selain itu, ia mengikuti diklat ini karena kemauannya sendiri. Adanya kegiatan-kegiatan himpunan yang cukup menyita waktu Andre, sehingga ia tidak sempat untuk mengikuti diklat sebelumnya.
Selama mengikuti Diklat UKPM, Andre merasakan dampak dari materi-materi yang diberikan. Pengaplikasian materi-materi diklat sebagian besar bisa ia terapkan, seperti wawancara dan menulis berita. “Saya merasa sangat terbantu dalam menulis karangan karena terbiasa untuk menulis berita”, ujarnya.
Kendala-kendala yang dia hadapi selama mengikuti diklat yaitu kegiatan himpunan yang bertabrakan dengan jadwal materi diklat. “Saya ingin mengikuti semua materi diklat, tapi ada urusan yang sama pentingnya dengan materi diklat”, tegas Andre.
Andre berharap, materi-materi selanjutnya tidak akan terhambat lagi dengan kegiatan-kegiatan himpunan dan menyelesaikan Diklat UKPM dengan baik.

Mesin Air Kurang Terawat, Mahasiswa Kewalahan

Jumat. 9 November 2012│01.11 WITA
Peniel Chandra

Beberapa kran air di Fakultas Sastra tak lagi dipakai, besi-besinya berkarat, seperti lama tidak digunakan. Engselnya sulit diputar karena jarang dipakai dan kurang terawat, layaknya benda yang akan di museumkan.
Mahasiswa Fakultas Sastra, yang hendak menjalankan ibadah Shalat, harus mengantri untuk wudu disalah satu penampung air yang masih bekerja.
Sarana umum lainnya seperti WC umum, sudah sangat jarang dipakai karena bak penampungan air yang kosong dan selain itu juga, baunya menyengat sehingga mahasiswa memilih untuk mencari WC yang lebih baik diluar kampus, biasanya dikos-kosan.
Penyebab semua ini karena salah satu mesin air di Fakultas Sastra mengalami kerusakan turbin sehingga menyebabkan air tidak mengalir. Selain itu, pipa air utama yang menghubungkan penampung air dengan beberapa kran air, patah akibat dijatuhi pohon yang tumbang.
Memang, tanpa air, hidup serasa kurang nyaman. Apa lagi bila tiba-tiba kebelet ingin buang air kecil atau buang air besar, bisa kewalahan untuk mencari air. Kran air tinggal pajangan, menyusul Air Conditioner yang mengalami nasib serupa.

Mesin air
Mesin air yang selama ini telah bekerja telah bertambah tua. Mesin air di Fakultas Sastra ini telah dipakai sejak tahun 2000. Perbaikan belum kunjung datang pada mesin air ini. Terlihat seperti rongsokan yang siap dijual pada tukang loak.
“saya sudah membicarakan ini pada pihak rektorat agar dana perbaikan fasilitas segera di keluarkan, tapi pihak rektorat belum menanggapi dengan serius”, ungkap Drs. Amir P, M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Sastra.
Hal ini juga mengganggu kenyamanan mahasiswa, khususnya dalam menggunakan sarana toilet umum. Mulai dari toilet yang kurang terawat, bau yang menyengat, hingga kran air yang tidak berfungsi.
“perlu bolak-balik dari fakultas yang satu ke fakultas yang lain, hanya untuk dapat buang air”, kata Andi, salah satu mahasiswa Fakultas Sastra Jurusan Ilmu Sejarah. “kita punya toilet, kenapa harus susah payah ke toilet orang lain?”, tambahnya.
Hal seperti ini menjadi kendala bagi mahasiswa yang mempunyai kegiatan ekstrakulikuler yang harus membasuh tubunya di tempat penampungan air, bukannya menggunakan fasilitas kamar mandi umum.
Masalah seperti ini seharusnya tidak perlu ditunda-tunda penyelesaiannya, haruslah ditanggapi secepatnya agar kenyamanan beraktifitas di kampus tidak terganggu.

Perbaikan
Menurut Wakil Dekan II Fakultas Sastra Unhas, perbaikan mesin air akan dilakukan setelah mendapat dana dari pihak rektorat secepatnya. Selain itu, pipa yang patah akan diganti dengan pipa yang lebih kuat agar ketika dijatuhi pohon atau ulah jail tangan perusak, pipa tersebut tidak mudah patah.
“saya akan coba koordinir para tukang, agar membuat pipa tidak mudah dirusak oleh tangan-tangan nakal!”, ucap Daeng Nai, seorang teknisi di Fakultas Sastra Unhas.
Jika pipa air itu kembali berputar, maka ada sedikit kenyamanan yang dapat dirasakan oleh mahasiswa maupun tamu yang berkunjung di fakultas ini.

Sunday, November 25, 2012

TUGAS IKHTISAR KEBUDAYAAN ASIA SELATAN

Resensi Film CIVILISATIONS: The Masters of The River

Judul film        : CIVILISATIONS “The Masters of The River”
Alamat web     : http://www.youtube.com/channel
Genre              : Dokumenter
Sutradara         : Serge Tigneres, Tomomi Nagazawa
Narator            : Simon Chilvers

Film ini menceritakan tentang sisa-sisa peradaban kuno di sekitar Sungai Indus dan peradaban lain yang hampir hilang disekitar perbatasan Pakistan dengan India. Adapun sedikit diceritakan tentang peradaban Mohenjo-Daro pada pembukaan film dan penjelasan panjang tentang peradaban Dholavira .
Sisa-sisa reruntuhan Kota Mohenjo-Daro memperlihatkan kemajuan peradabannya. Mulai dari jalan-jalannya, sisa bangunannya yang memperlihatkan arsitektur yang sangat mengaggumkan. Kota ini mempunyai struktur irigasi yang sangat baik, memiliki 80 toilet umum, dan kamar mandi umum dengan ukuran yang sangat besar. Para arkeolog memperkirakan bahwa pada zaman dahulu, kota ini memiliki populasi yang cukup banyak.
Peradaban Dholavira juga hampir sama dengan peradaban Mohenjo Daro. Persamaan kedua peradaban ini adalah sama-sama mengenal system irigasi air yang sangat baik. Seorang arkeolog bernama Dr. RS Bisht melakukan ekskapasi di reruntuhan peradaban Dholavira. Kota Dholavira dikelilingi oleh tempat penampungan air seluas 250.000 m3. Kota ini diperkirakan memiliki luas 48 Ha dan jumlah populasi ±20.000 orang. Kota ini memiliki beberapa dinding yang melindungi pusat kota dimana dinding utama yang berada di pusat kota memiliki ketebalan yang lebih daripada yang berada di bagian luar. Kota ini juga memiliki banyak taman. Ada tinggalan arkeologis dari peradaban kuno Dholavira yang masih digunakan hingga saat ini, yaitu sumur yang memiliki persediaan air cukup banyak. Sumur itu dipakai oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari, seperti air minum, mencuci, dan keperluan lainnya. Sekitar 5000 tahun yang lalu telah terjadi kemarau dan populasi meningkat cepat sehingga kebutuhan air pun bertambah. Itu sebabnya, sumur itu dibuat agar kebutuhan air masyarakat terpenuhi.
Setiap tahunnya, khususnya pada bulan Juli, banjir akan melanda daerah sekitar Pakistan. Hal ini di akibatkan salju di Gunung Himalaya mencair. Para arkeolog menemukan cara orang-orang dimasa lampau mengatasi banjir. Mereka menemukan sebuah struktur, mirip seperti tempat penampungan air. Tempat penampungan air itu terhubung satu sama lain. Penampungan air itu terhubung melalui saluran irigasi sepanjang 79 m dan kedalaman 7 m.
Ada beberapa struktur irigasi yang memperlihatkan kehebatan para arsitek pada zaman dahulu.
Sudah empat tahun para arkeolog berusaha memecahkan misteri, mengapa masyarakat Dholavira membuat saluran irigasi untuk air sungai dan untuk air hujan. Bagi orang-orang Dholavira, air merupakan elemen yang sangat penting dalam kehidupannya. Para arkeolog menemukan suatu tempat pemujaan berupa sumur dengan ukuran diameter: 4 m dan kedalaman: 20 m. Tempat ini semacam tempat pengorbanan, dimana para gadis akan menenggelamkan dirinya di sumur ini. Ada semacam batu loncatan di sisi mulut sumur, tempat untuk meloncat.
Adapun sisa-sisa sungai didaerah perbatasan Pakistan dan India, disebut sebagai Haga Hakka. Dr. KS Nauriyal menjelaskan bahwa pada zaman dahulu, ada sungai di sebelah timur Sungai Indus yang memiliki peradabannya tersendiri. Ditempat itu juga terdapat reruntuhan saluran air yang diduga terhubung dengan sungai. Para geolog memperkirakan bahwa 4000 tahun yang lalu telah terjadi gempa yang mengakibatkan sungai menghilang dan menciptakan aliran air bawah tanah. Tinggalan arkeologis di Haga Hakka berupa artefak batu dengan ukuran tinggi rata-rata satu meter yang merupakan bagian dari struktur irigasi aliran air.
Selain sistem irigasi, ada beberapa tinggalan yang diduga merupakan suatu bagian permainan kuno, yang terbuat dari bahan semacam kaca dan logam. Ada juga gerabah dan cetakan tanah liat yang memiliki bentuk-bentuk yang unik. Motif-motif yang digunakan pada ukiran-ukiran gerabah kebanyakan menceritakan tentang kehidupan sehari-hari di tempat tersebut dan hewan-hewan di sekitar tempat tersebut, seperti badak, kuda, buaya, dll. Para arkeolog mengidentifikasikan sekitar 400 simbol yang ditemukan pada cetakan dan ukiran-ukiran pada gerabah. Simbol-simbol itu diperkirakan merupakan huruf-huruf kuno.
Sekitar tahun 1999, para arkeolog menemukan sebuah prasasti di Dholavira yang berisi simbol-simbol, mungkin memiliki kaitan dengan peristiwa bersejarah kala itu. Diperkirakan, prasasti itu dibuat sekitar 4000 tahun yang lalu.
Berdasarkan temuan-temuan yang telah berhasil dikumpulkan, kita bisa melihat apa yang terjadi pada masa lampau, suatu keajaiban dari kecerdasan manusia. Adapun relief yang menggambarkan sebuah perahu. Bisa dikatakan bahwa manusia sudah mengenal perahu sejak dahulu kala dengan sistem navigasi yang sudah baik. Serge Cleuziou, seorang peneliti asal Prancis menjelaskan bahwa mereka melakukan pelayaran ke Mesir.
Seorang arkeolog bernama Dr. Walid Yasin, meneliti suatu tempat di arab yang memiliki bangunan dengan bentuk tabung yang di dalamnya berisi banyak keramik. Ada kesamaan antara simbol-simbol yang ada di Dholavira dengan yang ada di tempat tersebut.
Selain itu, ada seorang arkeolog yang meneliti di daerah Bahrain bernama Dr. Khaled al-Sendi menemukan sejumlah keramik yang memiliki kesamaan dengan keramik peradaban kuno Sungai Indus.
Film ini cukup menggambarkan dengan indah kota-kota peradaban Sungai Indus yang runtuh, dan juga mengungkapkan peradaban lain di Sungai Haga Haka yang hilang.
Hal menarik dari film ini yaitu penyajiannya yang sangat edukasi dan memiliki nilai kultural. Menurut saya, film ini bisa dijadikan referensi yang sangat bagus, terutama dalam menyusun sebuah makalah atau laporan menyangkut kebudayaan kuno Sungai Indus. Kelebihan film ini adalah penejelasan mengenai peradaban Sungai Indus yang kronologis. Dalam film ini juga dijelaskan hal-hal yang selama ini menjadi misteri telah terkuak melalui data-data arkeologi. Namun begitu, adapun kekurangan film ini yaitu, penggunaan bahasa selain bahasa inggris yaitu bahasa prancis yang sulit bagi saya untuk mengerti. Ada baiknya jika film ini menggunakan bahasa inggris seluruhnya, atau lebih baiknya, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami.