Friday, March 28, 2014

MUSEUM UNTUK SEMUA




Mungkin kerap kali kita mendengar kata museum dan ketika mendengar kata itu, yang terlintas di kepala kita pada umumnya adalah tempat memamerkan barang-barang antik. Memang kalimat tersebut hampir tepat karena yang selama ini kita lihat adalah hal seperti itu. Para pengunjung biasanya hanya menikmati benda pameran saja dan bisa saja memiliki keinginan untuk memegang, memindah tempatkan, dan membeli replikanya. Tidak bisa dipungkiri perasaan seperti itu bagi orang awam adalah persoalan yang wajar, tapi, bagaimanakah seorang akademisi melihat hal seperti itu?
http://www.teylersmuseum.eu/afbeeldingen/gebouw/fs/de_eerste_schilderijenzaal_van_teylers_museum_foto_kees_hageman.jpgSebelum melangkah lebih jauh, kita mesti meluruskan pendapat tentang museum di atas. Museum sebenarnya merupakan lembaga non-profit yang didalamnya mengoleksi, memamerkan, dan menjaga benda-benda peninggalan budaya masa lampau. Jadi, museum adalah lembaga bukan tempat. Pameran di museum tidak lepas dari peranan publik, dalam hal ini sebagai pengunjung museum. Nah, letak persoalan adalah peran museum dalam mengatur pengelolaan benda koleksi yang dipamerkan.
Sebagian dari kita pernah pergi ke museum dan melihat pengelolaan disana. Bisa dibayangkan jika semua pengunjung membawa pulang benda koleksi ke rumahnya masing-masing tanpa sepengetahuan pihak museum. Museum bisa berhenti. Makanya perlu penanganan yang baik dan juga perlu pemahaman publik soal museum. Publikasi benda-benda koleksi bukan hanya memperhatikan aspek kebendaannya saja melainkan juga perlu diperlihatkan nilai-nilai yang terkandung dalam benda tersebut, sehingga pengunjung atau publik bisa ikut terlibat dalam salah satu fungsi museum yaitu pelestarian.
Selain itu, kita melihat tujuan museum sebagai sarana pendidikan dan sarana rekreasi yang tentunya diarahkan kepada publik secara umum. Memang fungsi museum harus seimbang agar publik lebih bisa merasakan manfaat berkunjung ke museum, bukan hanya menghabiskan waktu melihat koleksi yang sebenarnya tidak memiliki arti apa-apa jika dilihat saja.
Kembali ke pertanyaan awal, dimanakah peran akademisi jika terjadi permasalahan yang diangkat diatas? Oke, akademisi yang dimaksud adalah calon-calon arkeolog muda. Jika melihat permasalahan diatas mungkin kita akan memikirkan soal konservasi atau menanggulangi potensi kerusakan, tapi perlu diingat bahwa peran akademisi dalam pengelolaan museum hanya sebatas memantau saja dan yang bisa kita lakukan adalah memberikan pengetahuan awal kepada masyarakat soal museum dengan cara-cara akademik dan memakai pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan lawan bicara kita (calon atau pengunjung museum). Para akademisi juga bisa membuat pameran kecil-kecilan dan tentunya bisa mengeluarkan ide-ide yang lebih kreatif. Para akademisi harus mempertimbangkan tujuan dan fungsi museum yang sebenarnya sehingga diharapkan kedepannya, pengelolaan museum jauh lebih baik dari yang sekarang. Selain itu, salah satu mata kuliah yang ditawarkan menyangkut museum adalah museologi, jadi masalah pengelolaan museum dapat dibahas di mata kuliah ini.
Museum dan publik sangat, sangat berhubungan. Mata kuliah museologi bisa menjadi sebagai penengah antara kedua hal tersebut, pengelolaan museum dan bagaimana interaksi dengan pengunjung/ publik. Pesan-pesan dari benda-benda yang dikoleksi dan dipamerkan haruslah sampai kepada pengunjung sehingga tujuan dan fungsi museum bisa berjalan sebagai mana mestinya. Calon-calon arkeolog muda jangan hanya memikirkan dirinya sebagai arkeolog tetapi juga sebagai pengunjung, bedanya, kita tahu dan kita mesti menyebarkan pengetahuan tersebut dengan cara kita sendiri sehingga pengunjung lain merasa nyaman dan tidak merasa digurui. (Joker)