Tuesday, September 9, 2014

Resensi Film CIVILISATIONS: The Masters of The River

Judul film        : CIVILISATIONS “The Masters of The River”
Alamat web     :
Genre              : Dokumenter
Sutradara         : Serge Tigneres, Tomomi Nagazawa
Narator            : Simon Chilvers

Film ini menceritakan tentang sisa-sisa peradaban kuno di sekitar Sungai Indus dan peradaban lain yang hampir hilang disekitar perbatasan Pakistan dengan India. Adapun sedikit diceritakan tentang peradaban Mohenjo-Daro pada pembukaan film dan penjelasan panjang tentang peradaban Dholavira .
Sisa-sisa reruntuhan Kota Mohenjo-Daro memperlihatkan kemajuan peradabannya. Mulai dari jalan-jalannya, sisa bangunannya yang memperlihatkan arsitektur yang sangat mengaggumkan. Kota ini mempunyai struktur irigasi yang sangat baik, memiliki 80 toilet umum, dan kamar mandi umum dengan ukuran yang sangat besar. Para arkeolog memperkirakan bahwa pada zaman dahulu, kota ini memiliki populasi yang cukup banyak.
Peradaban Dholavira juga hampir sama dengan peradaban Mohenjo Daro. Persamaan kedua peradaban ini adalah sama-sama mengenal system irigasi air yang sangat baik. Seorang arkeolog bernama Dr. RS Bisht melakukan ekskapasi di reruntuhan peradaban Dholavira. Kota Dholavira dikelilingi oleh tempat penampungan air seluas 250.000 m3. Kota ini diperkirakan memiliki luas 48 Ha dan jumlah populasi ±20.000 orang. Kota ini memiliki beberapa dinding yang melindungi pusat kota dimana dinding utama yang berada di pusat kota memiliki ketebalan yang lebih daripada yang berada di bagian luar. Kota ini juga memiliki banyak taman. Ada tinggalan arkeologis dari peradaban kuno Dholavira yang masih digunakan hingga saat ini, yaitu sumur yang memiliki persediaan air cukup banyak. Sumur itu dipakai oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi keperluan hidup sehari-hari, seperti air minum, mencuci, dan keperluan lainnya. Sekitar 5000 tahun yang lalu telah terjadi kemarau dan populasi meningkat cepat sehingga kebutuhan air pun bertambah. Itu sebabnya, sumur itu dibuat agar kebutuhan air masyarakat terpenuhi.
Setiap tahunnya, khususnya pada bulan Juli, banjir akan melanda daerah sekitar Pakistan. Hal ini di akibatkan salju di Gunung Himalaya mencair. Para arkeolog menemukan cara orang-orang dimasa lampau mengatasi banjir. Mereka menemukan sebuah struktur, mirip seperti tempat penampungan air. Tempat penampungan air itu terhubung satu sama lain. Penampungan air itu terhubung melalui saluran irigasi sepanjang 79 m dan kedalaman 7 m.
Ada beberapa struktur irigasi yang memperlihatkan kehebatan para arsitek pada zaman dahulu.
Sudah empat tahun para arkeolog berusaha memecahkan misteri, mengapa masyarakat Dholavira membuat saluran irigasi untuk air sungai dan untuk air hujan. Bagi orang-orang Dholavira, air merupakan elemen yang sangat penting dalam kehidupannya. Para arkeolog menemukan suatu tempat pemujaan berupa sumur dengan ukuran diameter: 4 m dan kedalaman: 20 m. Tempat ini semacam tempat pengorbanan, dimana para gadis akan menenggelamkan dirinya di sumur ini. Ada semacam batu loncatan di sisi mulut sumur, tempat untuk meloncat.
Adapun sisa-sisa sungai didaerah perbatasan Pakistan dan India, disebut sebagai Haga Hakka. Dr. KS Nauriyal menjelaskan bahwa pada zaman dahulu, ada sungai di sebelah timur Sungai Indus yang memiliki peradabannya tersendiri. Ditempat itu juga terdapat reruntuhan saluran air yang diduga terhubung dengan sungai. Para geolog memperkirakan bahwa 4000 tahun yang lalu telah terjadi gempa yang mengakibatkan sungai menghilang dan menciptakan aliran air bawah tanah. Tinggalan arkeologis di Haga Hakka berupa artefak batu dengan ukuran tinggi rata-rata satu meter yang merupakan bagian dari struktur irigasi aliran air.
Selain sistem irigasi, ada beberapa tinggalan yang diduga merupakan suatu bagian permainan kuno, yang terbuat dari bahan semacam kaca dan logam. Ada juga gerabah dan cetakan tanah liat yang memiliki bentuk-bentuk yang unik. Motif-motif yang digunakan pada ukiran-ukiran gerabah kebanyakan menceritakan tentang kehidupan sehari-hari di tempat tersebut dan hewan-hewan di sekitar tempat tersebut, seperti badak, kuda, buaya, dll. Para arkeolog mengidentifikasikan sekitar 400 simbol yang ditemukan pada cetakan dan ukiran-ukiran pada gerabah. Simbol-simbol itu diperkirakan merupakan huruf-huruf kuno.
Sekitar tahun 1999, para arkeolog menemukan sebuah prasasti di Dholavira yang berisi simbol-simbol, mungkin memiliki kaitan dengan peristiwa bersejarah kala itu. Diperkirakan, prasasti itu dibuat sekitar 4000 tahun yang lalu.
Berdasarkan temuan-temuan yang telah berhasil dikumpulkan, kita bisa melihat apa yang terjadi pada masa lampau, suatu keajaiban dari kecerdasan manusia. Adapun relief yang menggambarkan sebuah perahu. Bisa dikatakan bahwa manusia sudah mengenal perahu sejak dahulu kala dengan sistem navigasi yang sudah baik. Serge Cleuziou, seorang peneliti asal Prancis menjelaskan bahwa mereka melakukan pelayaran ke Mesir.
Seorang arkeolog bernama Dr. Walid Yasin, meneliti suatu tempat di arab yang memiliki bangunan dengan bentuk tabung yang di dalamnya berisi banyak keramik. Ada kesamaan antara simbol-simbol yang ada di Dholavira dengan yang ada di tempat tersebut.
Selain itu, ada seorang arkeolog yang meneliti di daerah Bahrain bernama Dr. Khaled al-Sendi menemukan sejumlah keramik yang memiliki kesamaan dengan keramik peradaban kuno Sungai Indus.
Film ini cukup menggambarkan dengan indah kota-kota peradaban Sungai Indus yang runtuh, dan juga mengungkapkan peradaban lain di Sungai Haga Haka yang hilang.

Hal menarik dari film ini yaitu penyajiannya yang sangat edukasi dan memiliki nilai kultural. Menurut saya, film ini bisa dijadikan referensi yang sangat bagus, terutama dalam menyusun sebuah makalah atau laporan menyangkut kebudayaan kuno Sungai Indus. Kelebihan film ini adalah penejelasan mengenai peradaban Sungai Indus yang kronologis. Dalam film ini juga dijelaskan hal-hal yang selama ini menjadi misteri telah terkuak melalui data-data arkeologi. Namun begitu, adapun kekurangan film ini yaitu, penggunaan bahasa selain bahasa inggris yaitu bahasa prancis yang sulit bagi saya untuk mengerti. Ada baiknya jika film ini menggunakan bahasa inggris seluruhnya, atau lebih baiknya, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami.