Pembagian Masa Prasejarah
1. Berdasarkan
Teknologinya menurut C.J. Thomsen
Christian
Jurgensen Thomsen (29 Desember 1788 – 21 Mei 1865) adalah seorang antiquarian
(ahli barang-barang antik) asal Denmark. Thomsen terlahir di keluarga pedagang
kaya, sejak kecil ia sudah berurusan dengan benda-benda yang memiliki gaya yang
berbeda-beda dan ia mulai sadar akan adanya perubahan gaya pada suatu benda
karena waktu yang terus berjalan.
Pada tahun 1816,
ia menjadi kepala Museum Nasional Denmark dan sejak saat itulah ia mulai
memilah-milah temuan-temuan yang ada di sana berdasarkan teknologinya. Teorinya
yang sangat terkenal hingga saat ini adalah tentang sistem tiga zaman (three age system). Sistem tiga zaman
dicetuskan pertama kali oleh Thomsen pada tahun 1836. Thomsen membagi masa
prasejarah menjadi tiga zaman karena pada saat itu, belum ada pengklasifikasian
temuan yang jelas dan sesuai yang ia telah simpulkan bahwa gaya teknologi pada
temuan berbeda satu dengan yang lain karena masanya berbeda pula.
Menurut Thomsen,
masa prasejarah dibedakan menjadi tiga zaman yaitu, Zaman Batu, Zaman Perunggu,
dan Zaman Besi. Zaman Batu merupakan masa prasejarah dimana teknologi yang
digunakan sebagian besar masih menggunakan batu, disamping mereka menggunakan
tulang dan kayu. Pada tahun 1865, Zaman Batu milik Thomsen kemudian
dikembangkan oleh arkeolog asal Inggris bernama Sir John Lubbock, yang
menambahkan Periode Paleolitikum (Batu Tua) dan Neolitikum (Batu Muda).
Kemudian, seorang antropolog perancis bernama J. Allen Brown mengatakan bahwa
ada rentang waktu yang panjang dari Paleolitikum ke Neolitikum dan proses waktu
yang membuat gaya teknologi berubah, dalam artian memiliki ciri kedua teknologi
dari dua periode yang di ajukan oleh Lubbock. Maka dari itu, di antara Periode
Paleolitikum dan Neolitikum, ada periode yang disebut sebagai Periode Peralihan
yaitu Periode Mesolitikum (Batu Madya).
Untuk lebih
jelasnya, lihat pada tabel di bawah ini.
Zaman
|
Periode
|
Teknologi
|
Zaman Batu
|
Paleolitikum
|
Teknologi
yang mereka gunakan masih menggunakan batu, tulang hewan, dan kayu sebagai
bahan dasarnya, bentuknya masih kasar dan ukurannya agak besar. Alat-alat
yang dihasilkan antara lain, kapak genggam dan kapak perimbas.
|
Mesolitikum
|
Teknologinya
lebih maju dari zaman paleolithik, dari segi ukuran yang lebih kecil dari
zaman sebelumnya dan lebih hasil. Alat-alat yang dihasilkan antara lain,
tombak, mata panah, dan busur.
|
|
Neolitikum
|
Teknologi
yang digunakan disesuaikan dengan tata cara hidup mereka. Pada zaman ini,
tembikar sudah ditemukan. Alat-alat yang terbuat dari batu antara lain, kapak
lonjong dan kapak persegi.
|
|
Zaman perunggu
|
Tembaga
|
Teknologi
yang digunakan terbuat dari tembaga, seperti kapak corong.
|
Perunggu
|
Teknologi
yang digunakan terbuat dari perunggu, seperti kapak corong dan nekara
perunggu. Peralatan ini berhubungan dengan religi.
|
|
Zaman Besi
|
Besi
merupakan bahan dasar dari teknologi yang digunakan pada zaman ini. Biasanya,
peralatan yang dihasilkan pada zaman ini berhubungan dengan peralatan perang,
seperti pedang, tameng, baju zirah, dll.
|
Thomsen melihat
masa prasejarah dengan kacamata orang Eropa yang tinggalan arkeologisnya sangat
jelas perbedaanya, sehingga masa prasejarah menurut Thomsen dibedakan
berdasarkan teknologinya. Jika di Eropa memiliki batas-batas yang jelas,
bagaimanakah dengan Indonesia?
2. Berdasarkan
Sosial Ekonominya menurut R.P. Soejono
Raden Pandji
Soejono (27 November 1926 – 16 Mei 2011) merupakan seorang arkeolog asal
Indonesia yang bergelar “Bapak Prasejarah Indonesia”. Berkat kegigihannya,
arkeologi Indonesia yang pada awalnya berciri amatiran menjadi satu cabang ilmu
pengetahuan dalam kegiatan yang diatur sesuai standar internasional. Berkat
kegigihanya pula, arkeologi Indonesia menjadi nasionalistik dan mandiri.
Lembaga yang (pernah) dipimpinnya pun, Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
(Puslit Arkenas) menjadi pusat penelitian yang disegani di dunia internasional.
Kiprah R.P.
Soejono di bidang arkeologi prasejarah dimulai tahun 1950, ketika empat
mahasiswa Universitas Indonesia membuat kesepakatan. Soekmono dan Satyawati
Soelaiman, dua dari empat mahasiswa pertama jurusan sejarah kuno dan ilmu
purbakala, memilih bidang klasik (masa Hindu-Buddha). Boechari memilih bidang
epigrafi (ilmu tentang prasasti). Soejono sendiri memilih bidang prasejarah.
Tiga bidang yang
dirintis tahun 1950 itu menonjol dalam pengkajian arkeologi di Indonesia,
khususnya masalah kepurbakalaan yang ditangani ahli-ahli Indonesia. Menyusul
kemudian Uka Tjandrasasmita yang mengambil spesialisasi bidang Islam. Empat
bidang berdasarkan periodesasi itu—prasejarah, klasik, Islam, dan
epigrafi—tetap bertahan hingga kini.
Mulanya, Soejono
mengambil jurusan sejarah. Karena dianggap kurang cocok, dia pindah ke
arkeologi. Tentang arkeologi, dia mengutip cendekiawan Denmark, Worsaae. Bangsa
yang menghargai dirinya sendiri dan kemerdekaannya tidak mungkin puas dengan
hanya memandang kepada masa kininya. Dia harus memberikan perhatian kepada
masa-masa lampaunya.
Soejono pernah
menjabat Kepala Puslit Arkenas periode 1977-1987. Saat itu Puslit Arkenas
menjadi bagian dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Namun saat ini Puslit
Arkenas masuk ke dalam Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata. Namanya pun
diembel-embeli Pusat Penelitian dan Pengembangan Arkeologi Nasional (Puslitbang
Arkenas). Soejono tidak setuju dengan hal tersebut. Arkeologi di Indonesia
dipandangnya sudah ”mati suri”. Akibatnya menurut Soejono, penelitian tidak
lagi seramai tahun-tahun 80-an. Arkeologi disempitkan dalam sisi manajemen,
sedangkan ilmunya tidak. Mengembangkan dan memperkenalkan kekayaan alam dan
manusia Indonesia memang perlu, tetapi yang tidak kalah penting adalah isi,
ilmu yang menjadi sarana dan fondasi awal mula suatu masyarakat modern
Indonesia.
Menjawab
pertanyaan sebelumnya tentang masa prasejarah di Indonesia, Soejono sangat
berbeda dengan Thomsen yang mengklasifikasikan masa prasejarah berdasarkan
teknologinya, tetapi Soejono lebih mengarah ke Sosial Ekonomi dalam masyarakat.
Beliau berpendapat bahwa teknologi prasejarah di Indonesia sangat berbeda
dengan yang ada di Eropa. Secara teknologi, masa prasejarah Indonesia tidak
memiliki rentang waktu yang jelas karena teknologi yang ada di Periode
Paleolitikum masih digunakan hingga Periode Mesolitikum. Akan tetapi, dilihat
dari Sosial Ekonominya, Soejono dapat membagi masa prasejarah menjadi empat
periode yaitu, Periode Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana,
Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut, Bercocok Tanam, dan
Perundagian.
Untuk lebih
jelasnya, lihat pada tabel di bawah ini.
Periode
|
Kehidupan
|
|
Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Tingkat Sederhana
|
Berburu
dan mengumpulkan makanan secara sederhana,
nomaden (berpindah-pindah).
|
|
Berburu dan Mengumpulkan Makanan
Tingkat Lanjut
|
Masih
sama dengan di atas, hanya saja kehidupan pada masa ini sudah dimungkinkan
untuk tinggal menetap.
|
|
Bercocok Tanam
|
Pada
masa ini, kehidupan ditandai dengan pengolahan tanah (bertani) dan juga
penjinakan hewan (memelihara). Mereka tinggal menetap. Tinggalan yang
menunjukan mereka menetap adalah sampah kerang-kerangan (kjokkenmodinger).
|
|
Perundagian
|
Pada
masa ini, masyarakat sudah mengenal sistem irigasi dan sistem pemerintah
hirarki (kerajaan). Pada masa ini, sistem religi sudah berkembang. Sistem
religi yang dianut pada masa perundagian adalah Animisme dan Dinamisme.
|
3. Berdasarkan
Skala Masyarakatnya Menurut Elman R. Service
Elman Rogers
Service (18 Mei 1915 – 14 November 1996) adalah seorang antropolog budaya asal
Amerika Serikat. Beliau memperoleh gelar Sarjana pada tahun 1941 dari
University of Michigan. Dia mendapatkan gelar Ph.D. untuk Ilmu Antropologi dari Universitas Columbia pada
tahun 1951 dan mengajar di sana 1949-1953. Kemudian, Service kembali ke
University of Michigan untuk mengajar dari tahun 1953 sampai 1969. Dia kemudian
mengajar di University of California di Santa Barbara 1969-1985, kemudian
setelah itu, ia pensiun.
Elman Service meneliti etnologi,
evolusi budaya, dan teori dan metode dalam etnologi di Amerika Latin. Ia
belajar evolusi budaya di Paraguay dan belajar budaya di Amerika Latin dan
Karibia. Dalam studinya, ia menghasilkan teori tentang sistem sosial dan
munculnya negara sebagai suatu sistem organisasi politik. Elman Service
mengklasifikasikan evolusi sosial menjadi empat tingkatan
organisasi politik yaitu, Bands, Tribes, Chiefdom, dan State.
Untuk lebih
jelasnya, lihat pada tabel di bawah ini.
Jenis Kelompok
|
Ciri-ciri dan Skala Masyarakatnya
|
Bands
|
Jumlahnya
kurang dari 100 orang, hidupnya nomaden dan sumber makanannya berasal dari
lingkungan tempat tinggalnya, sistem pemerintahan tidak formal, dalam satu
kelompok masih memiliki hubungan kekeluargaan.
|
Tribes
|
Sudah
berkembang dari kehidupan yang sebelumnya. Jenis kelompok ini sudah mengenal
sistem bercocok tanam dan beternak. Jumlahnya lebih banyak dari bands tetapi
kurang dari 1000 orang. Sudah mengenal sistem religi. Pemimpin biasanya
seorang yang paling kaya diantara kelompoknya.
|
Chiefdom
|
Pada
masa ini merupakan awal dari sistem kerajaan yang turun temurun (feodal)
dimana kelompok mempunyai pemimpin yang memiliki kekuasaan mutlak, ikatan
gen, dan prestisenya sehingga rakyatnya memberi upeti kepada si pemimpin.
Sudah ada pengklasifikasian masyarakat berdasarkan umur, keturunan, dan
prestisenya. Jumlah masyarakat pada jenis ini berkisar antara 5000-20.000.
|
State
|
Pada
masa ini, sistem feodal lebih kompleks, biasanya dipimpin oleh Raja atau
Ratu. Kehidupan masyarakat dibedakan berdasarkan status sosialnya.
|
Pendekatan-Pendekatan
Arkeologi menurut Brian M. Fagan
Fagan membagi pendekatan-pendekatan
arkeologi menjadi empat yaitu, Budaya, Struktural, Ekologi, dan Evolusi.
Pendekatan secara material budaya menjelaskan bahwa arkeologi melihat dari
sudut pandang perbedaan budaya. Hampir sama dengan pendekatan material budaya,
pendekatan struktural melihat dari struktur masyarakat, dalam artian ada suatu
ciri dalam tinggalan arkeologis dilihat dari tingkat kasta dalam masyarakat.
Pendekatan Ekologi mengkaitkan manusia dengan lingkungannya. Ekosistem
mereka melibatkan lingkungan alam dan lingkungan sosial. Penyesuaian lingkungan
dengan cara hidup mereka menghasilkan bentuk kebudayaan yang memiliki ciri.
Contohnya, rumah adat yang menyesuaikan dengan lingkungan sekitar.
Pendekatan Evolusi dikembangkan dari teori kebudayaan abad XIX. Pendekatan
ini melihat dari proses evolusi yang panjang. Akibat adanya proses yang panjang
menyebabkan adanya perubahan kebudayaan di dua tempat yang berbeda walau berada
dalam satu waktu.
Teori-Teori Umum dalam Arkeologi
Berburu-Mengumpulkan Makanan
1.
Teori-Teori yang
Menganggap Manusia Masih Primitif
Inti dari teori ini, beberapa pakar setuju kalau pada masa awal peradaban,
manusia memiliki pemikiran yang masih sederahana. Tingkat kecerdasannya masih
pada tingkatan evolusi yang paling rendah dan ada kemungkinan untuk punah.
2.
Teori-Teori
Ekologi
Ahli-ahli arkeologi dan antropologi yang membantah teori manusia masih
primitif mengatakan bahwa manusia sudah bisa memilih tempat untuk berteduh yang
dekat dengan sumber makanan. Artinya, manusia sudah berpikir untuk mencari
tempat bermukim yang baik dan kaya dengan sumber makanan.
3.
Teori-Teori yang
Menganggap Kehidupan Masyarakat Sudah Optimal
Dalam teori ini, masyarakat sudah mencari sumber makanan secara optimal.
Ada pengklasifikasian makanan pada masa itu dan sudah ada kemungkinan manusia
untuk tinggal menetap karena pemikiran manusia sudah maju untuk mengelola
sumber makanan secara efektif.
Domestifikasi
1.
Teori Oasis
Teori Oasis dicetuskan oleh Raphael Pumpelly pada tahun 1908, kemudian di
kembangkan oleh Vere Gordon Childe pada tahun 1928. Teori ini menyatakan
bahwa naiknya suhu bumi menyebabkan kekeringan dibeberapa daerah. Manusia pada
saat itu harus berhubungan dengan hewan-hewan disekitarnya dan menyebabkan
domestifikasi hewan seiring berjalannya proses bercocok tanam. Namun, saat ini
teori ini memiliki kelemahan karena banyak arkeolog berpendapat bahwa pada masa
bercocok tanam, iklim tidak kering, melainkan basah.
2.
Teori Sisi Bukit
Teori ini diusulkan oleh Robert
Braidwood pada tahun 1948 yang memperlihatkan bahwa pertanian dimulai pada sisi-sisi bukit dan
pegunungan Taurus Zagros, di mana iklim tidak kering seperti yang Childe
katakan dan tanah yang subur didukung berbagai tumbuhan dan hewan yang bisa didomestikasi.
3.
Teori Demografi
Teori-teori demografi diusulkan oleh
Carl Sauer dan diadaptasi oleh Lewis Binford dan Kent Flannery yang mengatakan
bahwa pemenuhan kebutuhan hidup terjadi karena adanya kepadatan penduduk.
Proses pemenuhan kebutuhan makin kompleks seiring bertambahnya populasi dalam
suatu wilayah.
4.
Teori Overpopulation
Pada awalnya, masyarakat yang nomaden sudah bertambah jumlahnya dan mereka
sudah berpikir bahwa mereka harus tinggal menetap. Menurut Cohen, proses
domestikasi terjadi karena bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang
banyak menyebabkan pemenuhan kebutuhan bertambah.
5.
Teori
Koevolusioner
Teori ini mengatakan bahwa proses domestikasi merupakan hasil dari evolusi
dan interaksi antara manusia, hewan, dan habitatnya. Manusia sudah mampu
membagi lokasi-lokasi sekitarnya berdasarkan hasil interaksi. Teori ini di
cetuskan oleh David Rindos.
6.
Hipotesis
tentang Irigasi
Teori ini berkaitan pertambahan jumlah penduduk. Disini, Wafftaggel lebih
melihat proses dari chiefdom ke state. Wafftagel melihat bahwa chiefdom memiliki kecenderungan untuk
berubah menjadi state dikarenakan
sistem pengelolaan irigasi yang baik sehingga daerah tersebut menjadi subur.
7.
Hipotesis
tentang Perang dan Batas Wilayah
Hipotesis ini mengatakan bahwa peperangan merupakan suatu cara singkat dari
chiefdom menuju ke jenjang berikutnya
(state). Peperangan merupakan cara
paksa untuk merebut suatu wilayah sehingga terjadi pertambahan penduduk. Daerah
yang sudah dikalahkan dalam perang akan dibatasi wilayahnya.
Relasi Antara Pendekatan dan Teori Arkeologi dengan
Pembagian Masa Prasejarah menurut Para Ahli.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan metode pustaka, kami menyimpulkan bahwa
ada keterkaitan antara pendekatan dan teori arkeologi dengan pembagian masa
prasejarah menurut para ahli. Berikut akan diuraikan dalam tabel dibawah ini.
Pembagian
Masa Prasejarah
|
C.J. Thomsen
|
R.P. Soejono
|
Elman Service
|
Teori
|
Pendekatan
|
|
Batu
|
Paleolithik
|
Berburu
Tingkat Sederhana
|
Bands
|
Teori
Primitif
Teori
Ekologi
Teori
Optimal
Teori
Oasis
Teori
Demografi
Teori
Koevolusioner
|
Pendekatan
Material Budaya
Pendekatan
Ekologi
|
|
Mesolithik
|
Berburu
Tingkat Lanjut
|
|||||
Neolithik
|
Bercocok
Tanam
|
Tribes
|
Teori
Oasis
Teori
Sisi Bukit
Teori
Demografi
Teori
Overpopulation
Teori
Koevolusioner
|
Pendekatan
Ekologi
Pendekatan
Evolusi
|
||
Perunggu
|
Tembaga
|
Perundagian
|
Chiefdom
|
Teori
Sisi Bukit
Teori
Demografi
Teori
Overpopulation
Teori
Koevolusioner
Hipotesis
Irigasi
|
Pendekatan
Struktural
Pendekatan
Ekologi
Pendekatan
Evolusi
|
|
Perunggu
|
||||||
Besi
|
State
|
Teori
Overpopulation
Teori
Koevolusioner
Hipotesis
Irigasi
Hipotesis
Perang dan Batas Wilayah
|
Pendekatan
Material Budaya
Pendekatan
Struktural
Pendekatan
Ekologi
Pendekatan
Evolusi
|
DAFTAR PUSTAKA
Basid, Abdul. 2011. R.P. Soejono, Bapak Prasejarah Indonesia. (blogspot.penapagi.com;
diakses di Makasaar, 27 Mei 2013; Pukul 22.10 WITA)
Colin, dkk. 1991. Archaeology
Theories, Methods, and Practice. London: Thames and Hudson Ltd.
Sumantri, Iwan. 2004. Kepingan Mozaik Sejarah Budaya Sulawesi Selatan. Makassar: Penerbit
Ininnawa.
Susanto,
Djuliuanto. 2011. Tokoh Arkeologi: Prof.
DR. R.P. Soejono. (blogspot.majalaharkeologi.com; diakses di Makassar, 27
Mei 2013; Pukul 22.11 WITA)
www.wikipedia.com
Joker: Teori-Teori Umum Dalam Arkeologi >>>>> Download Now
ReplyDelete>>>>> Download Full
Joker: Teori-Teori Umum Dalam Arkeologi >>>>> Download LINK
>>>>> Download Now
Joker: Teori-Teori Umum Dalam Arkeologi >>>>> Download Full
>>>>> Download LINK