Resensi
Film CIVILISATIONS: The Masters of The River
Judul film : CIVILISATIONS “The Masters of The River”
Alamat web : http://www.youtube.com/channel
Genre : Dokumenter
Sutradara : Serge Tigneres, Tomomi Nagazawa
Narator : Simon Chilvers
Film ini
menceritakan tentang sisa-sisa peradaban kuno di sekitar Sungai Indus dan
peradaban lain yang hampir hilang disekitar perbatasan Pakistan dengan India. Adapun
sedikit diceritakan tentang peradaban Mohenjo-Daro pada pembukaan film dan
penjelasan panjang tentang peradaban Dholavira .
Sisa-sisa
reruntuhan Kota Mohenjo-Daro memperlihatkan kemajuan peradabannya. Mulai dari
jalan-jalannya, sisa bangunannya yang memperlihatkan arsitektur yang sangat
mengaggumkan. Kota ini mempunyai struktur irigasi yang sangat baik, memiliki 80
toilet umum, dan kamar mandi umum dengan ukuran yang sangat besar. Para
arkeolog memperkirakan bahwa pada zaman dahulu, kota ini memiliki populasi yang
cukup banyak.
Peradaban
Dholavira juga hampir sama dengan peradaban Mohenjo Daro. Persamaan kedua
peradaban ini adalah sama-sama mengenal system irigasi air yang sangat baik.
Seorang arkeolog bernama Dr. RS Bisht melakukan ekskapasi di reruntuhan
peradaban Dholavira. Kota Dholavira dikelilingi oleh tempat penampungan air
seluas 250.000 m3. Kota ini diperkirakan memiliki luas 48 Ha dan
jumlah populasi ±20.000 orang. Kota ini memiliki beberapa dinding yang
melindungi pusat kota dimana dinding utama yang berada di pusat kota memiliki
ketebalan yang lebih daripada yang berada di bagian luar. Kota ini juga
memiliki banyak taman. Ada tinggalan arkeologis dari peradaban kuno Dholavira
yang masih digunakan hingga saat ini, yaitu sumur yang memiliki persediaan air
cukup banyak. Sumur itu dipakai oleh masyarakat sekitar untuk memenuhi
keperluan hidup sehari-hari, seperti air minum, mencuci, dan keperluan lainnya.
Sekitar 5000 tahun yang lalu telah terjadi kemarau dan populasi meningkat cepat
sehingga kebutuhan air pun bertambah. Itu sebabnya, sumur itu dibuat agar
kebutuhan air masyarakat terpenuhi.
Setiap tahunnya,
khususnya pada bulan Juli, banjir akan melanda daerah sekitar Pakistan. Hal ini
di akibatkan salju di Gunung Himalaya mencair. Para arkeolog menemukan cara
orang-orang dimasa lampau mengatasi banjir. Mereka menemukan sebuah struktur,
mirip seperti tempat penampungan air. Tempat penampungan air itu terhubung satu
sama lain. Penampungan air itu terhubung melalui saluran irigasi sepanjang 79 m
dan kedalaman 7 m.
Ada beberapa
struktur irigasi yang memperlihatkan kehebatan para arsitek pada zaman dahulu.
Sudah empat
tahun para arkeolog berusaha memecahkan misteri, mengapa masyarakat Dholavira
membuat saluran irigasi untuk air sungai dan untuk air hujan. Bagi orang-orang
Dholavira, air merupakan elemen yang sangat penting dalam kehidupannya. Para
arkeolog menemukan suatu tempat pemujaan berupa sumur dengan ukuran diameter: 4
m dan kedalaman: 20 m. Tempat ini semacam tempat pengorbanan, dimana para gadis
akan menenggelamkan dirinya di sumur ini. Ada semacam batu loncatan di sisi
mulut sumur, tempat untuk meloncat.
Adapun sisa-sisa
sungai didaerah perbatasan Pakistan dan India, disebut sebagai Haga Hakka. Dr.
KS Nauriyal menjelaskan bahwa pada zaman dahulu, ada sungai di sebelah timur
Sungai Indus yang memiliki peradabannya tersendiri. Ditempat itu juga terdapat
reruntuhan saluran air yang diduga terhubung dengan sungai. Para geolog
memperkirakan bahwa 4000 tahun yang lalu telah terjadi gempa yang mengakibatkan
sungai menghilang dan menciptakan aliran air bawah tanah. Tinggalan arkeologis
di Haga Hakka berupa artefak batu dengan ukuran tinggi rata-rata satu meter
yang merupakan bagian dari struktur irigasi aliran air.
Selain sistem
irigasi, ada beberapa tinggalan yang diduga merupakan suatu bagian permainan
kuno, yang terbuat dari bahan semacam kaca dan logam. Ada juga gerabah dan
cetakan tanah liat yang memiliki bentuk-bentuk yang unik. Motif-motif yang
digunakan pada ukiran-ukiran gerabah kebanyakan menceritakan tentang kehidupan
sehari-hari di tempat tersebut dan hewan-hewan di sekitar tempat tersebut,
seperti badak, kuda, buaya, dll. Para arkeolog mengidentifikasikan sekitar 400
simbol yang ditemukan pada cetakan dan ukiran-ukiran pada gerabah.
Simbol-simbol itu diperkirakan merupakan huruf-huruf kuno.
Sekitar tahun
1999, para arkeolog menemukan sebuah prasasti di Dholavira yang berisi
simbol-simbol, mungkin memiliki kaitan dengan peristiwa bersejarah kala itu.
Diperkirakan, prasasti itu dibuat sekitar 4000 tahun yang lalu.
Berdasarkan
temuan-temuan yang telah berhasil dikumpulkan, kita bisa melihat apa yang
terjadi pada masa lampau, suatu keajaiban dari kecerdasan manusia. Adapun
relief yang menggambarkan sebuah perahu. Bisa dikatakan bahwa manusia sudah
mengenal perahu sejak dahulu kala dengan sistem navigasi yang sudah baik. Serge
Cleuziou, seorang peneliti asal Prancis menjelaskan bahwa mereka melakukan
pelayaran ke Mesir.
Seorang arkeolog
bernama Dr. Walid Yasin, meneliti suatu tempat di arab yang memiliki bangunan
dengan bentuk tabung yang di dalamnya berisi banyak keramik. Ada kesamaan
antara simbol-simbol yang ada di Dholavira dengan yang ada di tempat tersebut.
Selain itu, ada
seorang arkeolog yang meneliti di daerah Bahrain bernama Dr. Khaled al-Sendi
menemukan sejumlah keramik yang memiliki kesamaan dengan keramik peradaban kuno
Sungai Indus.
Film ini cukup
menggambarkan dengan indah kota-kota peradaban Sungai Indus yang runtuh, dan
juga mengungkapkan peradaban lain di Sungai Haga Haka yang hilang.
Hal menarik dari
film ini yaitu penyajiannya yang sangat edukasi dan memiliki nilai kultural.
Menurut saya, film ini bisa dijadikan referensi yang sangat bagus, terutama
dalam menyusun sebuah makalah atau laporan menyangkut kebudayaan kuno Sungai
Indus. Kelebihan film ini adalah penejelasan mengenai peradaban Sungai Indus
yang kronologis. Dalam film ini juga dijelaskan hal-hal yang selama ini menjadi
misteri telah terkuak melalui data-data arkeologi. Namun begitu, adapun
kekurangan film ini yaitu, penggunaan bahasa selain bahasa inggris yaitu bahasa
prancis yang sulit bagi saya untuk mengerti. Ada baiknya jika film ini
menggunakan bahasa inggris seluruhnya, atau lebih baiknya, diterjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia agar lebih mudah dipahami.