Mungkin kerap kali kita
mendengar kata museum dan ketika mendengar kata itu, yang terlintas di kepala
kita pada umumnya adalah tempat memamerkan barang-barang antik. Memang kalimat
tersebut hampir tepat karena yang selama ini kita lihat adalah hal seperti itu.
Para pengunjung biasanya hanya menikmati benda pameran saja dan bisa saja
memiliki keinginan untuk memegang, memindah tempatkan, dan membeli replikanya.
Tidak bisa dipungkiri perasaan seperti itu bagi orang awam adalah persoalan
yang wajar, tapi, bagaimanakah seorang akademisi melihat hal seperti itu?
Sebelum melangkah lebih
jauh, kita mesti meluruskan pendapat tentang museum di atas. Museum sebenarnya
merupakan lembaga non-profit yang didalamnya mengoleksi, memamerkan, dan
menjaga benda-benda peninggalan budaya masa lampau. Jadi, museum adalah lembaga
bukan tempat. Pameran di museum tidak lepas dari peranan publik, dalam hal ini
sebagai pengunjung museum. Nah, letak persoalan adalah peran museum dalam
mengatur pengelolaan benda koleksi yang dipamerkan.
Sebagian dari kita
pernah pergi ke museum dan melihat pengelolaan disana. Bisa dibayangkan jika
semua pengunjung membawa pulang benda koleksi ke rumahnya masing-masing tanpa
sepengetahuan pihak museum. Museum bisa berhenti. Makanya perlu penanganan yang
baik dan juga perlu pemahaman publik soal museum. Publikasi benda-benda koleksi
bukan hanya memperhatikan aspek kebendaannya saja melainkan juga perlu
diperlihatkan nilai-nilai yang terkandung dalam benda tersebut, sehingga
pengunjung atau publik bisa ikut terlibat dalam salah satu fungsi museum yaitu
pelestarian.
Selain itu, kita
melihat tujuan museum sebagai sarana pendidikan dan sarana rekreasi yang
tentunya diarahkan kepada publik secara umum. Memang fungsi museum harus
seimbang agar publik lebih bisa merasakan manfaat berkunjung ke museum, bukan
hanya menghabiskan waktu melihat koleksi yang sebenarnya tidak memiliki arti
apa-apa jika dilihat saja.
Kembali ke pertanyaan
awal, dimanakah peran akademisi jika terjadi permasalahan yang diangkat diatas?
Oke, akademisi yang dimaksud adalah calon-calon arkeolog muda. Jika melihat
permasalahan diatas mungkin kita akan memikirkan soal konservasi atau
menanggulangi potensi kerusakan, tapi perlu diingat bahwa peran akademisi dalam
pengelolaan museum hanya sebatas memantau saja dan yang bisa kita lakukan
adalah memberikan pengetahuan awal kepada masyarakat soal museum dengan
cara-cara akademik dan memakai pendekatan-pendekatan yang sesuai dengan lawan
bicara kita (calon atau pengunjung museum). Para akademisi juga bisa membuat
pameran kecil-kecilan dan tentunya bisa mengeluarkan ide-ide yang lebih
kreatif. Para akademisi harus mempertimbangkan tujuan dan fungsi museum yang
sebenarnya sehingga diharapkan kedepannya, pengelolaan museum jauh lebih baik
dari yang sekarang. Selain itu, salah satu mata kuliah yang ditawarkan
menyangkut museum adalah museologi, jadi masalah pengelolaan museum dapat
dibahas di mata kuliah ini.
Museum dan publik
sangat, sangat berhubungan. Mata kuliah museologi bisa menjadi sebagai penengah
antara kedua hal tersebut, pengelolaan museum dan bagaimana interaksi dengan
pengunjung/ publik. Pesan-pesan dari benda-benda yang dikoleksi dan dipamerkan
haruslah sampai kepada pengunjung sehingga tujuan dan fungsi museum bisa
berjalan sebagai mana mestinya. Calon-calon arkeolog muda jangan hanya
memikirkan dirinya sebagai arkeolog tetapi juga sebagai pengunjung, bedanya,
kita tahu dan kita mesti menyebarkan pengetahuan tersebut dengan cara kita
sendiri sehingga pengunjung lain merasa nyaman dan tidak merasa digurui. (Joker)
No comments:
Post a Comment